BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam rangka
pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, dibentuk pemerintahan Negara yang menyelenggarakan
fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Penyelenggaraan pemerintahan Negara
untuk mewujudkan tujuan bernegara tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan Negara. Pengelolaan keuangan Negara sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945, perlu dilaksanakan secara professional, terbuka, dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
Sebagai
landasan hukum pengelolaan keuangan Negara termasuk didalamnya pengelolaan
keuangan Daerah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Selanjutnya ketentuan mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pelaksanaan
Undang-undang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara ini selain menjadi
acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai
dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, sebagian
kekuasaan Presiden diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola
keuangan daerah. Dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang,
sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolan keuangan daerah.
Asas umum
pengelolaan keuangan daerah dikelola secara terib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya suatu
peraturan pelaksanaan yang memuat berbagai kebijakan terkait dengan
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan
Daerah yang
komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) yang bertujuan agar memudahkan
dalam pelaksanaannya dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam penerpannya.
Berdasarkan
pokok pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, maka Pedoman lebih lanjut
mengenai pengelolan keuangan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang selanjutnya dijabarkan
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007.
Sementara
itu sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah, secara rinci ditetapkan
oleh masing-masing daerah. Kebhinekaan dimungkinkan terjadi sepanjang hal
tersebut masih sejalan atau tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah ini.
Dengan upaya tersebut, diharapkan daerah didorong untuk lebih tanggap, kreatif
dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan pemutakhiran sistem dan
prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut secara terus menerus dengan
tujuan memaksimalkan efisiensi berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan
setempat. Dalam kerangka otonomi, Pemerintah Daerah dapat mengadopsi sistem
yang disarankan oleh pemerintah sesuai kebutuhan dan kondisinya, dengan tetap
memperhatikan standar dan pedoman yang ditetapkan.
Kepala
Daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah
juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya
kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan dilaksanakan
oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat penguna
anggaran/barang daerah di bawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pemisahan ini
akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya
mekanisme check and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Kota Banjar,
salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang diresmikan oleh Menteri Dalam
Negeri pada tanggal 21 Februari 2002, yang merupakan hasil pemekaran wilayah
Kabupaten Ciamis, dianggap telah berhasil dalam menerapkan sistem dan prosedur
pengelolaan keuangan daerah. Hal ini terbukti dari Laporan Hasil Pemeriksaan
atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banjar Tahun Anggaran 2007 yang dilakukan
BPK RI dengan opini “Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion).
Berdasarkan
uraian di atas, maka Kelompok 4 Diklat KKD Khusus Penatausahaan/AKD Angkatan IV
menetapkan: ”Tinjauan Atas Implementasi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Dan
Nomor 59 Tahun 2007 Dalam Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah di
BPKAD Kota Banjar” sebagai judul dalam penyusunan makalah ini.
1.2
Perumusan Masalah
Adapun pokok
masalah yang akan dituangkan dalam penyusunan makalah ini dibatasi pada : ”Apakah
implementasi struktur organisasi pengelolaan keuangan daerah terkait dengan
sistem dan prosedur pengeluaran di BPKAD Kota Banjar selaku SKPD sudah sesuai
dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 59 tahun 2007”.
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Mengetahui dan mempelajari bagaimana proses penetapan struktur organisasi
pengeloaan keuangan daerah terkait dengan sistem dan prosedur pengeluaran pada
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Banjar.
b.
Mengetahui apakah penerapan struktur organisasi pengelola keuangan daerah
terkait dengan sistem dan prosedur pengeluaran di BPKAD Kota Banjar selaku SKPD
sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 59 tahun
2007.
c. Sebagai
bahan perbandingan bagi penulis dalam hal penerapan struktur organisasi
pengelola keuangan daerah terkait dengan sistem dan prosedur pengeluaran,
dengan daerah penulis.
1.4
Metodologi Penelitian
Metodologi
penelitian yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu suatu metode penelitian yang
digunakan untuk memperoleh data-data primer mengenai topik pembahasan dengan
cara melakukan peninjauan (Field Trip) secara langsung kepada obyek penelitian.
Adapun pengumpulan data-data primer ini dilakukan melalui observasi (pengamatan
langsung), wawancara, dan pengumpulan data yang bersumber dari dokumen-dokumen
yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Banjar.
b.
Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu metode penelitian yang
dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data-data sekunder atau data-data
pendukung lainnya yang bersumber dari perpustakaan, meliputi buku-buku,
diktat-diktat, peraturan perundang-undangan atau bahan-bahan lainnya yng
berkaitan dengan topik yang dibahas.
BAB III
KAJIAN LITERATUR
KAJIAN LITERATUR
3.1
Pengertian Organisasi
Pandangan
dunia seseorang mempunyai pengaruh atas bagaimana seseorang mendefinisikan
konsep organisasi. Cara kita menyusun atau mengatur orang, obyek dan gagasan
dipengaruhi oleh cara pandang kita, apakah kita mulai dari pandangan obyektif
atau pandangan subyektif (R. Wayne Pace & Don F. Faules, 2005). Pendekatan
obyektif menyarankan bahwa sebuah organisasi adalah sesuatu yang bersifat fisik
dan konkret, dan merupakan sebuah struktur dengan batas-batas yang pasti.
Istilah “organisasi” mengisyaratkan bahwa sesuatu yang nyata merangkum
orang-orang, hubungan-hubungan dan tujuan-tujuan. Sedangan pendekatan subyektif
memandang organisasi sebagai kegiatan yang dilakukan orang-orang. Organisasi
terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi dan transaksi yang melibatkan
orang-orang.
”Organisasi”
(organization) secara khas dianggap sebagai kata benda, sementara ”pengorganisasian”
(organizing) dianggap sebagai kata kerja (Weick, 1979). Berdasarkan pandangan
obyektif, organisasi berarti struktur. Organisasi adalah sebuah wadah yang
menampung orang-orang dan obyek-obyek; orang-orang dalam organisasi yang
berusaha mencapai tujuan bersama. Organisasi dipandang sebagai suatu entitas
dengan suatu struktur kendali yang terdiri dari prosedur dan kebijakan. Sistem
tersebut ditata berdasarkan logika untuk mencapai suatu tujuan dan mengandung
derajat-derajat otoritas (kewenangan) berbeda pada berbagai tingkat dan juga
kegiatan-kegiatan tertentu yang dilakukan oleh individu-individu (Tosi, 1975).
Berdasarkan pandangan subyektif, organisasi berarti proses. Organisasi
didefinisikan sebagai perilaku pengorganisasian (organizing behavior).
Organisasi dipandang sebagai individu bukan entitas, karena organisasi tidak
berperilaku; hanya orang yang berperilaku (Weick, 1979). Penekanan pada
perilaku atau struktur bergantung pada pandangan mana yang kita anut.
Dr. Arni
Muhammad dalam bukunya ”Komunikasi Organisasi” mengemukakan bermacam-macam
pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan organisasi :
”Schein
(1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan
sejumlah orang untuk mencapai berbagai tujuan umum melalui pembagian pekerjaan
dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Schein juga mengatakan
bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu yaitu mempunyai struktur,
tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain, dan tergantung pada komunikasi
manusia untuk mengkoordinasikian aktivitas dalam organisasi tersebut.
Selanjutnya Kochler (1976) mengatakan bahwa organisasi adalah sistem hubungan
yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu kelompok orang untuk mencapai
tujuan tertentu. Lain lagi dengan pendapat Wright (1977); dia mengatakan bahwa
organisasi adalah suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi
oleh dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama”.
Seperti
disebutkan oleh Sukanto Reksohadiprodjo, M.Com, Ph.D dan Drs. T. Hani Handoko,
MBA dalam bukunya ” Organisasi Perusahaan, Teori, Struktur dan Perilaku” dalam
halaman 4 buku tersebut, bahwa :
”Organisasi
itu sendiri mempunyai banyak definisi. Hampir setiap disiplin ilmu pengetahuan
mencoba untuk mendefinisikan apa arti organisasi dari sudut pandangan
masing-masing disiplin. Para ahli ekonomi akan mendefinisikan organisasi sesuai
dengan kerangka pemikiran ekonomi. Para ahli sosiologi yang melihat faset lain
organisasi, tentunya akan mendefinisikan organisasi dari sudut pandang ilmu
sosiologi, dan sebagainya. Terjadinya kebalauan definisi (definitional
confusion) menandakan bahwa permasalahan organisasi adalah permasalahan
multidisipliner, kompleks, mempunyai banyak aspek, dan tidak dapat dimonopoli
oleh salah satu disiplin saja, apalagi oleh salah satu sub disiplin. Dari
sekian banyak definisi tidaklah dapat ditentukan satu definisi yang benar, dan
semua definisi lainnya salah. Semua definisi tentang organisasi itu benar
apabila rumusannya mempunyai dasar yang bisa diterima”.
3.2 Struktur
Organisasi
Organisasi
dalam usaha mencapai tujuannya, biasanya membuat aturan-aturan, undang-undang
dan hierarki hubungan dalam organisasi, hal ini dinamakan struktur organisasi.
Struktur organisasi berkaitan dengan hubungan-hubungan logis antara berbagai
fungsi dalam organisasi. Teori-teori klasik berfokus pada dua struktur dasar
yang disebut Lini dan Staf. Struktur Lini menyangkut saluran-saluran kewenangan
organisasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan utama organisasi, sedangkan
struktur Staf menunjukkan jabatan-jabatan yang memberikan bantuan kepada
jabatan lini untuk melaksanakan pekerjaan mereka dengan lebih baik, dengan
memberkan nasihat, bantuan dan pelayanan (R. Wayne Pace & Don F. Faules,
2005).
Terdapat
berbagai bentuk struktur organisasi, namun pada dasarnya terbagi dua : struktur
tinggi atau vertikal dan struktur datar atau horisontal. Tinggi atau datarnya
suatu organisasi ditentukan oleh perbedaan dalam jumlah tingkatan kewenangan
dan variasi dalam rentang pengawasan (span of control) pada setiap tingkat.
Struktur tinggi mempunyai banyak tingkat kewenangan dengan manajernya yang
mempunyai rentang pengawasan yang sempit, sementara organisasi berstruktur
datar, sebaliknya. Struktur datar mempunyai pengawasan yang sedang-sedang saja
dan lebih sedikit peraturan.
3.3
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud didalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah. Didalam Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, organisasi adalah unsur pemerintahan daerah
yang terdiri dari DPRD, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi :
a. hak
daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman;
b. kewajiban
daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan
pihak ketiga;
c.
penerimaan daerah;
d.
pengeluaran daerah;
e. kekayaan
daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
f. kekayaan
pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Azas Umum
Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
Kepala
daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b.
menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c.
menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
d.
menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;
e.
menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
f.
menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang
daerah;
g.
menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan
h.
menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran.
Kemudian
Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan
sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada :
a.
sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah;
b. kepala
SKPKD selaku PPKD; dan
c. kepala
SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.
Struktur
organisasi terkait pengelolaan keuangan daerah berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
dapat digambarkan pada diagram sebagai berikut :
Diagram 1.
Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah
Kepala
SKPKD/BPKAD selaku PPKD mempunyai tugas:
a. menyusun
dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menyusun
rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c.
melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah;
d.
melaksanakan fungsi BUD;
e. menyusun
laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan
f.
melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala
daerah.
Kepala
SKPKD/BPKAD selaku PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang:
a. menyusun
kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b.
mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;
c. melakukan
pengendalian pelaksanaan APBD;
d.
memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
daerah;
e.
melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f.
menetapkan SPD;
g.
menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah
daerah;
h.
melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
i.
menyajikan informasi keuangan daerah; dan
j.
melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
daerah.
Kepala SKPD
selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang mempunyai tugas sebagai
berikut:
a. menyusun
RKA-SKPD;
b. menyusun
DPA-SKPD;
c. melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d.
melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan
pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f.
melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
g.
mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran
yang telah ditetapkan;
h.
menandatangani SPM;
i. mengelola
utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
j. mengelola
barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya;
k. menyusun
dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
l. mengawasi
pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
m.
melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan
kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah; dan
n.
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.
Pejabat pengguna
anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna
anggaran/kuasa pengguna barang. Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya
kepada KPA, kepala daerah menetapkan bendahara penerimaan pembantu dan
bendahara pengeluaran pembantu pada unit kerja terkait. Pelimpahan sebagian
kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD,
besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, rentang
kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
b.
melaksanakan anggaran unit kerja yang dipimpinnya;
c. melakukan
pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
d.
mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran
yang telah ditetapkan;
e.
menandatangani SPM-LS dan SPM-TU;
f. mengawasi
pelaksanaan anggaran unit kerja yang dipimpinnya; dan
g.
melaksanakan tugas-tugas kuasa pengguna anggaran lainnya berdasarkan kuasa yang
dilimpahkan oleh pejabat pengguna anggaran.
Pejabat
pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna
barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja
SKPD selaku PPTK, berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran
kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
objektif lainnya. PPTK mempunyai tugas mencakup:
a.
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b.
Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c.
Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Untuk melaksanakan
anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD. PPK-SKPD
sebagaimana dimaksud di atas mempunyai tugas:
a.meneliti
kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara
pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;
b.meneliti
kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta
penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;
c.melakukan
verifikasi SPP;
d.menyiapkan
SPM;
e.melakukan
verifikasi harian atas penerimaan;
f.melaksanakan
akuntansi SKPD; dan
g.menyiapkan
laporan keuangan SKPD.
PPK-SKPD
tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
Secara garis
besar penatausahaan pengeluaran kas di SKPD dimulai dari tahapan sebagai
berikut :
a.
Penyusunan dan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD;
b.
Penyusunan anggaran kas;
c. Pembuatan
Surat Penyedian Dana (SPD);
d. Pengajuan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
e.
Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM);
f.
Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), dan
g.
Pelaksanaan belanja.
Pelaksanaan
pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan dengan penerbitan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) berdasarkan Surat
Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran.
Untuk
pelaksanaan belanja APBD, kepala daerah menetapkan pejabat yang diberi wewenang
menandatangani SPD, pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM, pejabat
yang diberi wewenang mengesahkan SPJ, pejabat yang diberi wewenang menandatangani
SP2D, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran, bendahara pengeluaran
yang mengelola belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
sosial, belanja bagi basil, belanja bantuan keuangan, belanja tidak terduga,
dan pengeluaran pembiayaan pada SKPKD, bendahara penerimaan pembantu dan
bendahara pengeluaran pembantu SKPD dan pejabat lainnya dalam rangka
pelaksanaan APBD.
Berdasarkan
SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD, bendahara pengeluaran
mengajukan SPP kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui
PPK-SKPD. SPP sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari:
a. SPP Uang
Persediaan (SPP-UP);
b. SPP Ganti
Uang (SPP-GU);
c. SPP
Tambahan Uang (SPP-TU); dan
d. SPP
Langsung (SPP-LS).
Penerbitan
dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk
memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui
PPK-SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan. Penerbitan dan pengajuan
dokumen SPP-GU dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka ganti uang persediaan. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU
dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang
persediaan. Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU sebagaimana dimaksud
digunakan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus
dipertanggungjawabkan.
Penerbitan
dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta
penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
bendahara pengeluaran guna memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK-SKPD. PPTK menyiapkan dokumen SPP-LS untuk
pengadaan barang dan jasa untuk disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam
rangka pengajuan permintaan pembayaran. Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS
sebagaimana dimaksud kepada pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh PPTK
guna memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui
PPK-SKPD.
Dalam hal
dokumen SPP sebagaimana dimaksud di atas dinyatakan lengkap dan sah, pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran menerbitkan SPM. Dalam hal dokumen SPP
sebagaimana dimaksud dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran menolak menerbitkan SPM. Dalam hal pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk
pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SPM.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Struktur
Organisasi
Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 21 Tahun 2006 tentang perubahan atas
Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 4 Tahun 2004 tentang Lembaga Teknis Daerah
Kota Banjar, menetapkan adanya pemisahan antara struktur organisasi Badan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian kewenangan daerah atas sebagian bidang pengelolaan
keuangan dan aset daerah, dengan struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah
yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian kewenangan daerah atas sebagain
bidang pendapataan daerah. Dalam rangka menghasilkan Laporan Keuangan yang
transparan dan accountable, BPKAD selaku SKPD di Kota Banjar berusaha semaksimal
mungkin dalam mengimplementasikan Permendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Permendagri No. 59
Tahun 2007 dalam Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah terkait dengan
sisdur pengeluaran. Hal ini terbukti dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banjar Tahun Anggaran 2007 yang dilakukan BPK
RI dengan opini “Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion).
Walikota
selaku kepala daerah telah menetapkan Keputusan Walikota yang menetapkan
pejabat-pejabat yang diberikan kewenangan sebagai penandatangan Surat
Penyediaan Dana (SPD), penandatangan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D),
kuasa pengguna anggaran/barang, penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM),
yang mengesahkan pertanggungjawaban (SPJ), Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
masing-masing SKPD, Bendahara Pengeluaran Pembantu dan Pembantu Bendahara
Pengeluaran untuk SKPD tertentu, serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK). Penanggung jawab pengelolaan anggaran
satuan kerja adalah Pemimpin Satuan Kerja yang bertindak sebagai pengguna
anggaran. Pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD
sebagai PPK-SKPD. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan PPTK. Penatausahaan Kas
sudah dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran di masing-masing SKPD melalui
sistem informasi keuangan berbasis computer.
Tetapi
khusus untuk Dinas Pendidikan, dalam hal ini UPTD Pendidikan, SMA dan SMP
memiliki kekhasan tersendiri dalam struktur organisasi pengelolaan keuangan
daerah terkait dengan sisdur pengeluaran. Kepala Dinas Pendidikan selaku
pejabat Pengguna Anggaran melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala UPT
Pendidikan, Kepala SMA dan Kepala SMP selaku pejabat Kuasa Pengguna Anggaran
dengan perlakukan sebagai satu entitas pelaporan dengan bendahara pengeluaran
tersendiri. Hal ini mencerminkan bahwa dalam kerangka otonimi daerah,
implementasi Permendagri 13/2006 terkait dengan sistem dan prosedur pengeluaran
keuangan daerah, yang ditetapkan oleh masing-masing daerah masih terdapat
kebhinekaan. Sistem yang disarankan oleh pemerintah diadopsi sesuai kebutuhan
dan kondisi daerahnya, dengan tetap memperhatikan standar dan pedoman yang
ditetapkan.
BPKAD selaku
SKPD Kota Banjar sudah mengimplementasikan Permendagri No.13 Tahun 2006 dan No.
59 Tahun 2007 dalam struktur organisasi pengelolaan keuangan terkait dengan
system dan prosedur pengeluaran. Dimana Pemimpin Satuan Kerja bertindak sebagai
pengguna anggaran. Pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan sebagai
PPK. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan kepala bidang sebagai PPTK.
Penatausahaan Kas sudah dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran dengan dibantu
oleh pembantu bendahara pengeluaran untuk setiap program/kegiatan sebagai
kasir.
4.2 Tugas
dan Fungsi
Kepala BPKAD
selaku Pejabat Pengguna Anggaran dan Pengguna Aset Daerah sesuai dengan
Peraturan Walikota Banjar No. 13 Tahun 2006 Tentang Kedudukan, Tugas Pokok,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Banjar, mempunyai tugas :
1. Menyusun
Rencana Kerja Anggaran (RKA) BPKAD.
2. Menyusun
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) BPKAD.
3. Melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atau beban anggaran belanja BPKAD.
4.
Melaksanakan anggaran BPKAD.
5. Melakukan
pengujian atau tagihan dan memerintahkan pembayaran.
6.
Mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas anggaran
yang ditetapkan.
7. Mengelola
asset daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
8. Menyusun
dan menyampaiakn laporan keuangan BPKAD.
9.
Mengawasai pelaksanaan anggaran BPKAD.
10.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang dilimpahkan walikota.
Kepala BPKAD
selaku Pengguna Anggaran dan asset daerah dalam melaksanakan tugasnya
melimpahkan sebagaian kewenangan kepada :
1. Kepala
Bagian Tata Usaha selaku kuasa pengguna anggaran dan asset daerah.
2. Pejabat
lain di lingkungan BPKAD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan BPKAD.
Kuasa
Pengguna Anggaran/KPA, dalam hal ini Kabag Tata Usaha dalam melaksanakan fungsinya
berwenang :
1. Menyusun
Rencana Kerja anggaran BPKAD.
2. Menyusun
Dokumen Pelaksanaan Anggaran BPKAD
3. Melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja.
4.
Melaksanakan anggaran BPKAD.
5. Mengelola
asset daerah yang menjadi tanggungjawab BPKAD.
6. Menyusun
dan menyampaikan laporan keuangan BPKAD.
7. Mengawasi
pelaksanaan anggaran BPKAD.
Adapun
berdasarkan Keputusan Kepala BPKAD, Nomor :900/Kpts 39 – BPKAD/II/2007, Tentang
Perubahan Lampiran Kedua Keputusan Kepala Badan Pengelolaan dan Aset Daerah No.
11/KPTS-BPKAD/I/2007, Tentang Penunjukkan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK), Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) dan Pembantu Bendahara
Pengeluaran/Kasir serta penempatan staf di lingkungan BPKAD dengan jelas menjabarkan
tupoksi dari masing-masing PPTK, PPK, Pembantu Bendahara Pengeluaran dan staf.
Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan/PPTK dalam hal ini di kota Banjar adalah Kepala
Bidang, melaksanakan program dan kegiatan yaitu:
1.
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan.
2.
Melaporkan perkembangan pelaksanaan program/kegiatan.
3.
Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksana kegiatan PPK.
Pejabat
Penatausahaan Keuangan/PPK di kota Banjar sebagaimana halnya pada kota lain
adalah Kasubag keuangan mempunyai tugas yaitu:
1. Meneliti
kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan bendahara
pengeluaran yang telah diketahui/disetujui oleh PPTK.
2. Meneliti
kelengkapan SPP-UP,SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS Gaji dan tunjangan PNS serta
penghasilan lain yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Melakukan
verifikasi SPP.
4.
Menyiapkan SPM.
5.
Melaksanakan akuntansi BPKAD.
6.
Menyiapkan laporan keuangan BPKAD.
Bendahara
Pegeluaran merupakan pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan untuk keparluan belanja
daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Adapun
Pembantu bendahara pengeluaran mempunyai fungsi sebagai kasir dengan tugas :
1. Pembuat
dokumen pengeluaran uang atau
2. Pembuat
daftar gaji
BAB. V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Pemerintahan
Kota Banjar yang baru berdiri selama empat tahun sudah cukup baik dalam hal
mengimplementasikan Permendagri 13/2006 dalam struktur organisasi pengelolaan
keuangan daerah terkait dengan system dan prosedur pengeluaran. Hal ini
terbukti dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota
Banjar Tahun Anggaran 2007 yang dilakukan BPK RI dengan opini “Wajar Tanpa
Pengecualian (Unqualified Opinion). Masing-masing pejabat pengelola keuangan
yang ditetapkan melalui SK Walikota Kota Banjar berusaha konsisten terhadap
tupoksi mereka, sehingga tujuan pembangunan daerah Kota Banjar dapat tercapai
secara maksimal.
Penetapan
struktur organisasi pengelolaan keuangan daerah terkait dengan sistem dan
prosedur pengeluaran pada BPKAD Kota Banjar selaku SKPD memiliki andil yang
besar dalam pembangunan di Kota Banjar sebagai kota yang baru berdiri. Karena
tidak dapat dipungkiri, struktur organisasi pengelolaan keuangan daerah inilah
yang pada akhirnya bertindak sebagai pelaku dalam pengelolaan keuangan daerah
Kota Banjar, sebagai implementasi dari Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan No. 59
Tahun 2007.
5.2 Saran
Pemerintah
Kota Banjar yang telah berhasil meraih opini “Wajar Tanpa Pengecualian
(Unqualified Opinion) pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan
Tahun Anggaran 2007, diharapkan mampu mempertahankan predikat tersebut di masa
yang akan datang. Dalam struktur ganisasi pengelolaan keuangan daerah terkait
dengan sisdur pengeluaran di BPKAD Kota Banjar selaku SKPD, Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan/PPTK dalam hal ini adalah Kepala Bidang. Struktur tersebut
dirasakan mempunyai cakupan yang terlalu luas, sehingga disarankan PPTK cukup
dilaksanakan oleh Kepala Sub Bidang. Dengan perubahan ini diharapkan akan
memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya
mekanisme check and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pengelolaan
keuangan yang baik, transparan dan accountable.
No comments:
Post a Comment