Strategi Rekruitmen dan Pengembangan Pegawai untuk Meningkatkan Kualitas
Organisasi yang Efektif
1.1 Latar
Belakang
1.1.1 Gambaran Umum Kepegawaian di Indonesia
Pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan
merupakan fungsi dari berbagai faktor. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi
pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan tersebut adalah kelembagaan,
kepegawaian, proses, pengawasan dan akuntabilitas. Diantara faktor-faktor
tersebut, maka faktor penting yang dapat menjadi pengungkit (leverage) dalam
perbaikan pelayanan publik adalah persoalan reformasi kepegawaian negara.
Dapat dikatakan bahwa baik buruknya suatu birokrasi
negara sangat dipengaruhi oleh kualitas kepegawaian negaranya. Di Indonesia
sektor kepegawaian negara, yang merupakan sub sistem dari birokrasi secara
keseluruhan, belum dijadikan sebagai fokus dari reformasi birokrasi. Pentingnya
memberikan perhatian pada reformasi kepegawaian negara ini paling tidak
didasarkan pada fakta:
(1)
keberhasilan
pembangunan beberapa negara, seperti Korea dan China terletak pada usaha sistematis
dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki sistem kepegawaian negara,
(2)
kepegawaian negara
merupakan faktor dinamis birokrasi yang memegang peranan penting dalam semua
aspek pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan.
Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan perubahan
struktur, norma, nilai dan regulasi kepegawaian negara telah menyebabkan
gagalnya upaya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Kualitas dan
kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik masih jauh dari harapan.
Masih belum tercipta budaya pelayanan publik yang berorientasi kepada kebutuhan
pelanggan (service delivery culture). Sebaliknya, yang terbentuk adalah obsesi
para birokrat dan politisi untuk menjadikan birokrasi sebagai lahan pemenuhan
hasrat dan kekuasaan (power culture). Karena itulah, kekecewaan masyarakat
terhadap birokrasi terus terjadi dalam kurun waktu yang lama sejak kita
merdeka.
Pola pikir birokrat sebagai penguasa dan bukan
sebagai pelayan publik telah menyebabkan sulitnya melakukan perubahan kualitas
pelayanan publik. Tidak mengherankan jika kompetensi birokrat masih belum
memadai, prosedur pelayanan masih berbelit-belit, dan harga pelayanan publik
masih tidak transparan. Konsekuensi hal tersebut adalah kewajiban masyarakat
untuk membayar mahal pelayanan secara ilegal yang seharusnya menjadi tanggung
jawab konstitusional negara dan pemerintah. Pungutan ilegal ini merupakan biaya
ketidakpastian (cost of uncertainty) yang harus dikeluarkan oleh masyarakat
setiap kali berhadapan dengan birokrasi untuk mendapatkan pelayanan publik.
Anehnya, beberapa hasil penelitian, juga
jika dipertanyakan secara langsung kepada birokrat dan masyarakat, pungutan
liar dalam pelayanan publik adalah hal biasa dan normal. Pungutan liar dan
sogokan dalam pelayanan publik telah diterima sebagai budaya yang sangat sulit
dihapuskan. Hal ini tidak lepas penataan kepegawaian negara yang tidak pernah
dilakukan secara sungguh. Dapat dikatakan, reformasi kepegawaian negara
merupakan agenda terpenting dalam reformasi birokrasi secara keseluruhan. Pada gilirannya apabila proses penerimaan
pegawai tidak diposisikan secara benar, maka calon pegawai yang diterima tidak
memenuhi kriteria yang ditetapkan, dan akan menjadi beban organisasi di
kemudian hari secara berkelanjutan.
1.1.2 Permasalahan Rekruitmen
Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, mengatakan bahwa dari 4,7 juta Pegawai
Negeri Sipil (PNS), sebanyak 95% PNS tidak kompeten, dan hanya 5% memiliki
kompetensi dalam pekerjaannya( Harian Umum Pikiran Rakyat, 1 Maret 2012).
Dapat dibayangkan kalau seandainya PNS ini tidak memiliki kompetensi, akan
berakibat atau berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat, misanya
pelayanan menjadi lambat, bekerja asal-asalan, tidak maksimal, tidak efisien
dan hasilnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah
ditentukan. Salah satu penyebab banyaknya PNS
yang tidak berkompetensi karena proses rekruitment CPNS yang masih belum 2
Proses penerimaan dan
seleksi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia dinilai masih sangat buruk dan
menimbulkan kerawanan terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN),
demikian.Proses pendaftaran yang rumit ditambah seleksi yang konvensional
menunjukkan sejak dini Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah dikondisikan
dalam sebuah situasi kerja yang sangat birokratis, "superficial",
serta tidak berbasis pada keahlian atau kompetensi secara menyeluruh. Bahkan
yang terjadi penyelenggaraan penerimaan dan seleksi yang buruk memang melekat
pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Beberapa CPNS harus
membayar dan dapat memanfaatkan "joki" untuk mengikuti ujian.
Kegagalan pemerintah
untuk melakukan reformasi terkait dengan subsistem-subsistem tersebut telah
melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh kerusakan moral (moral hazard)
dan juga kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya (lack
of competencies). Terkait
dengan persoalan rekruitmen dapat disebutkan beberapa situasi problematis yang
dihadapi oleh birokrasi di Indonesia. Permasalahan yang terjadi saat ini yaitu:
1.
Proses rekruitmen masih belum dilakukan
secara profesional dan masih terkait dengan hubungan-hubungan kolusi, korupsi
dan nepotisme.
2.
Rekruitmen pegawai masih dipandang
seakan-akan menjadi kebutuhan proyek tahunan dan bukan sebagai kebutuhan akan
peningkatan kualitas pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan.
Indikasi ini sangat nyata apabila dilihat bahwa job analisis sebagai
persyaratan untuk menentukan job requirement masih belum dimiliki oleh
pemerintah.
3.
Perekrutan
dilakukan tanpa mengetahui kebutuhan analisis jabatannya, SDM aparatur pada
satuan organisasi menjadi berlebihan dan tidak sesuai dengan beban kerja yang
ada. Rekruitmen yang demikian akan semakin memperbanyak pengangguran tidak kentara
PNS.
4.
Pada sisi lainnya, kepastian tentang
jumlah PNS yang dibutuhkan terhadap jumlah penduduk (rasio beban kerja) masih
belum dapat dihitung secara baik untuk menentukan jumlah pegawai yang harus
direkruit setiap tahunnya.
5.
Dari sisi penyelenggaraannya, rekruitmen
pegawai masih dilakukan dengan cara-cara yang tidak menjamin kesempatan dan
terjaringnya calon-calon yang potensial. Hal ini disebabkan karena rekruitmen
masih dilakukan pemerintah, dan bukan oleh sebuah lembaga yang independen.
6.
Dengan situasi birokrasi yang sarat
dengan KKN, maka proses rekruitmen yang demikian tidak dapat menghasilkan
calon-calon yang terbaik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa proses rekruitmen di
Indonesia dilakukan dengan cara-cara penyuapan, pertemanan dan afiliasi. Budaya
perekruten yang demikian hanya akan menghasilkan birokrat yang moralnya tidak
terjaga dan kompetensinya yang tidak memadai.
7.
Problem perekrutan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah juga tidak bebas dari masalah. Kuatnya egoisme daerah dan
masih menonjolnya hubungan-hubungan persaudaraan dan afiliasi, juga telah
menyebabkan proses rekruitmen tidak menghasilkan PNS-PNS yang memenuhi syarat
kualifikasi dan akhlak yang baik. Bahkan kecenderungan untuk mengutamakan putra
daerah dalam perekrutan PNS saat ini semakin menonjol dengan dilakukannya
perekrutan oleh PNS.
Dalam
konteks Indonesia banyak pegawai yang sudah dan selesai di rekruitmen, namun
banyak juga yang tidak tahu apa yang dikerjakannya. Padahal hal ini bisa
diantisipasi apabila untuk dapat melakukan proses perekrutan yang baik, maka
spesifikasi tugas dan jabatan harus diketahui secara baik. Ironisnya, banyak
sekali PNS yang tidak mengetahui tugasnya, bahkan nama jabatannya.
Masalah kepegawaian di
Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Problem ini harus segera diselesaikan,
karena jika dibiarkan masalah ini akan menjadi bumerang yang bisa saja menjadi
sesuatu yang dapat menghancurkan keutuhan pemerintahan Indonesia. Pembenahan
terhadap proses rekruitment pegawai harus segera dilaksanakan. Dengan sekian
banyak jumlah pegawai negeri di Indonesia, hanya sedikit yang memiliki
kompetensi yang memadai, dikarenakan proses rekruitment yang belum efektif dan
efisien. Contohnya, Kementerian Luar Negeri. Dari 10 ribu pelamar, yang
diambil hanya 85 orang(Jawa Pos, 6 Maret 2012). Sayangnya dari jumlah
yang lolos itu, hasilnya tidak sesuai harapan pemerintah, sehingga bisa
menimbulkan rasa ketidakpercayaan terhadap birokrasi. Selain itu juga belum
terbangun adanya budaya kerja.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses rekruitmen
Pegawai Negeri Sipil di Indonesia serta permasalahannya
2.
Apa strategi yang
ditempuh untuk pengembangan karier pegawai melalui kualitas rekruitmen pegawai
yang efektif
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui
masalah-masalah yang terjadi pada proses rekruitmen Pegawai Negeri Sipil di
Indonesia
2.
Merumuskan strategi
yang tepat untuk pengembangan karier pegawai melalui kualitas rekruitmen
pegawai yang efektif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Rekruitmen
Menurut Siagian (2006), rekruitmen adalah proses mencari, menemukan dan
menarik para pelamar yang kapabel untuk dipekerjakan dalam dan oleh suatu
organisasi. Proses rekruitmen dimulai pada waktu diambil langkah mencari
pelamar dan berakhir ketika pelamar mengajukan lamarannya. Artinya, secara
konseptual dapat dikatakan bahwa langkah yang segera mengikuti proses rekruitmen, yaitu seleksi, yang bukan lagi
merupakan bagian dari rekruitmen. Jika proses rekruitmen ditempuh dengan tepat
dan baik, hasilnya ialah adanya sekelompok pelamar yang kemudian diseleksi guna
menjamin bahwa hanya yang paling memenuhi semua persyaratanlah yang diterima
sebagai pekerja dalam organisasi yang memerlukannya.
Rekruitmen merupakan serangkaian aktivitas untuk mencari dan memikat
pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian dan pengetahuan yang
diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dan perencanaan
kepegawaiaan. Aktivitas rekruitmen dimulai pada saat calon mulai dicari dan
berakhir tatkala lamaran mereka diserahkan (Simamora, 2004).
2.2 Proses Rekruitmen
2.2.1 Perusahaan
Proses rekruitmen dan
seleksi hingga pelamar benar-benar diterima menjadi karyawan membutuhkan waktu yang tidak
sebentar. Pelamar harus melewati serangkaian prosedur seperti, tes dan
wawancara. Hal ini harus dapat direncanakan oleh perusahaan dengan metode yang
tepat agar proses rekruitmen dan seleksi menjadi efektif. Baik bagi suatu organisasi agar cepat mendapatkan
karyawan yang sesuai dengan kriteria dan bagi pelamar agar cepat mendapatkan
pekerjaan untuk mengisi posisi yang ditawarkan. Proses Rekruitmen Tenaga Kerja Menurut Samsudin (2006),
langkah-langkah yang umumnya dilakukan dalam pelaksanaan rekruitmen antara
lain:
1.
Mengidentifikasi jabatan yang lowong
2.
Mencari informasi jabatan melalui
analisis jabatan
3.
Menentukan calon yang tepat
4.
Memilih metode-metode rekruitmen yang
paling tepat
5.
Memanggil calon yang dianggap memenuhi
persyaratan jabatan
6.
Menyaring atau menyeleksi kandidat
7.
Membuat penawaran kerja
8.
Mulai bekerja
Proses rekruitmen
dimulai pada waktu diambil langkah mencari pelamar dan berakhir ketika para
pelamar mengajukan lamarannya. Artinya, secara konseptual dapat dikatakan bahwa
langkah yang segera mengikuti proses rekruitmen, yaitu seleksi, bukan lagi
merupakan bagian dari rekruitmen. Jika proses rekruitmen ditempuh dengan tepat
dan baik, hasilnya ialah adanya sekelompok pelamar yang kemudian diseleksi guna
menjamin bahwa hanya yang paling 8
memenuhi
semua persyaratanlah yang diterima sebagai pekerja dalam organisasi yang
memerlukannya (Siagian, 2006).
2.3 Alasan-alasan Dasar Rekruitmen
Rekruitmen dilaksanakan
dalam suatu organisasi karena kemungkinan adanya
lowongan (vacancy) dengan beraneka ragaman alasan (Cardoso, 2003), antara lain:
1.
Berdirinya organisasi baru
2.
Adanya perluasan kegiatan organisasi
3.
Terciptanya pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan
baru
4.
Adanya pekerja yang pindah ke organisasi
lain
5.
Adanya pekerja yang berhenti, baik
dengan hormat maupun tidak
1.
dengan hormat sebagai tindakan punitif
6.
Adanya pekerja yang berhenti karena
memasuki usia pensiun
7.
Adanya pekerja yang meninggal dunia
2.4 Tujuan rekruitmen
Menurut Rivai (2006),
tujuan rekruitmen adalah menerima pelamar sebanyak-banyaknya sesuai dengan
kualifikasi kebutuhan perusahaan dari berbagai sumber, sehingga memungkinkan
akan terjaring calon karyawan dengan kualitas tertinggi dari yang terbaik.
Tujuan dari rekruitmen
adalah mendapatkan calon karyawan sebanyak mungkin, sehingga memungkinkan pihak
manajemen (recruiter) untuk memilih atau menyeleksi calon sesuai dengan
kualifikasi yang dibutuhkan oleh organisasi.
2.5 Strategi
Rekruitmen dan Pengembangan Pegawai untuk Meningkatkan Kualitas Organisasi yang
Efektif
1.
Pengetatan rekruitmen Calon Pengawai
Negeri Sipil oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi
Birokrasi (Kemen PAN-RB), dapat meningkatkan kompetensi para abdi negara di
daerah. Persyaratan tersebut di antaranya melampirkan hasil analisis jabatan,
hasil analisis beban kerja dan proyeksi kebutuhan PNS lima tahun ke depan.
Pengetatan persyaratan pengusulan CPNS berdampak positif bagi daerah untuk
jangka panjang. Dengan persyaratan baru tersebut, rekruitmen CPNS akan lebih
terencana dan sesuai kebutuhan. Persyaratan analisis jabatan, sangat penting
untuk mengetahui berapa pegawai yang dibutuhkan, jenisnya dan sifat
pekerjaannya.
Dalam usaha untuk mengefektifkan perekrutan calon pegawai negeri sipil,
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan dan RB) akan menggandeng perguruan tinggi negeri (PTN) dalam
perekrutan calon pegawai negeri sipil. Rekruitmen calon pegawai negeri sipil merupakan salah
satu pintu masuk penting dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih sehingga akan dilakukan pengetatan proses
perekrutan mulai saat pendaftaran hingga penentuan kelulusan. Pasalnya,
persoalan transparansi selama ini menjadi masalah yang banyak dikeluhkan
masyarakat.
2.
Untuk itu perlu adanya perubahan dalam
proses rekruitmen calon pegawai negeri sipil, salah satu langkahnya adalah
melibatkan Perguruan Tinggi Negeri.
Rencananya, Perguruan Tinggi Negeri yang akan ikut menyeleksi tergabung dalam
suatu konsorsium. Berdasarkan rekomendasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
hanya ada beberapa PTN yang dinilai mampu untuk melaksanakan seleksi aparatur
negara di daerah secara objektif, transparan,dan akuntabel. Diharapkan kerja
sama dengan PTN ini maka proses perekrutan PNS diharapkan akan semakin
kredibel.
3.
Adanya
lembaga independen yang bersifat tetap sebagai panitia perekrutan yang tidak
mendapat intevensi dari pihak manapun demi memenuhi kebutuhan jumlah pegawai
suatu organisasi untuk menciptakan pegawai yang berkualitas dan mewujudkan
tujuan daripada organisasi secara efektif dan efisien.
4.
Penerimaan pegawai harus berdasar tes
yang obyektif oleh lembaga independen, terbuka, tak diintervensi, dan tidak
digerogoti dari dalam. Dengan begitu, akan diperoleh orang-orang terbaik.
5.
Hasil rekrutmen perlu diseterilkan
6.
menghitung secara sangat cermat mengenai jumlah dan
kualifikasi PNS yang dibutuhkan, ketersediaan anggaran untuk gaji dan
tunjangan, serta mempertimbangkan kelebihan PNS
7.
Rekrutmen dilakukan dengan berpegang pada sejumlah
pertimbangan yaitu:
(1)
meritokrasi, yakni merekrut pegawai negeri dari
calon-calon terbaik yang ada;
(2)
Tidak memihak dan tidak dapat disuap, yakni seluruh
calon yang memenuhi persyaratan tertentu dipertimbangkan untuk diangkat menjadi
pegawai negeri; dan
(3)
efisiensi, agar terdapat fleksibilitas dan koordinasi
dengan instansi-instansi terkait
8.
Hasil perhitungan kebutuhan formasi PNS dapat
diimplementasikan secara efektif
(1)
organisasi yang disusun benar-benar diarahkan untuk
melaksanakan misinya secara efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan visi
yang ditetapkan.
(2)
setiap unit organisasi, tersusun dari jabatan–jabatan
yang dibutuhkan oleh organisasi induknya dengantugas-tugasnya yang jelas serta
beban kerjanyaterukur.
(3)
setiap jabatan mempunyai standar kompetensi yang jelas
bagi pegawai yang akan mendudukinya.
(4)
setiap jabatan mempunyai standar kinerja.
9.
Penataan PNS dilakukan berdasarkan prinsip terencana,
sistematis, berkelanjutan dan obyektif (sesuai dengan ebutuhan riil organisasi).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rekruitmen merupakan aktivitas
awal dari sebuah siklus panjang dari penegembangan Sumber Daya Manusia yang
mengikuti urutan seperti pengembangan, pengalokasian pegawai, penetapan imbal
jasa, penilaian prestasi sampai dengan penyiapan yang siap menghadapi kondisi
bekerja di usia senja. Kualitas PNS tergantung pada rekruitmennya.
Hal ini dikarenakan pada proses penerimaan calon pegawai negeri sipil menjadi
lahan mata pencaharian yang menjanjikan bagi para pejabat daerah.
Untuk itu manajemen yang bertanggung jawab melakukan rekruitmen harus
dapat menyiapkan bahwa kandidat yang direkrut harus juga siap menghadapi
persaingan untuk menempati jabatan dalam jenjang karier dan siap mengikuti
program pengembangan pegawai yang berdasarkan atas kebutuhan serta potensi yang
dimiliki.